Kamis, 02 Maret 2017

Dari Tukang Batu, Pengumpul Barang Bekas Hingga Memiliki Mobil

“Kisah Seorang Pengumpul Barang Bekas di Kota Makassar”

Seorang lelaki tua sedang duduk termenung di gubuknya, pada sore hari sekitar jam 17:15 WITA. Bapak itu bernama Hasan berumur 51 tahun, sosok bapak yang rama ketika saya datang menghampirinya dan ingin di wawancarai.
2008 Pak Hasan membuka tempat pengumpulan barang bekas seperti botol plastik minuman, plastic ember,  botol kaleng, besi, dan kertas. Lokasinya berada di daerah Antang Raya. Bila berada disekitar Antang tidak jauh dari Masjid Pannara, dikarenakan Antang Raya sekarang satu jalur, maka untuk ke lokasi tersebut harus memutar arah, jadi ketika anda sedang berada di perempatan yang sebelum jembatan Pannara, bila melihat pos polisi maka anda belok kanan sepanjang jalan itu anda akan melihat sebelah kiri pengumpulan barang bekas yang akan nampak barang tersebut dibungkus karung putih, kelihatan tenda biru,sedangkan disampingnya terdapat beberapa pohon, samping kanannya terdapat rumah,  sedangkan didepannya tanah kosong yang dibatasi oleh jalan aspal lokasi menuju Jalan Abdullah Daeng Sirua.
Lelaki tua asal Bulukumba ini merantau ke Kota Makassar pada tahun 1986 yang awalnya bekerja sebagai tukang kayu, lalu ditahun 1989 sebagai gelandangan atau “payabo”. Dulunya tinggal sekitar daerah Perumahan Panakukkang Asindo  yang sekarang berdiri beberapa rumah mewah. Pak Hasan memiliki sembilan anak dan satu istri.
Gubuk yang terbuat dari kayu sedangkan atap dan dindingnya terbuat dari seng. Pak Hasan yang baru saja selesai membereskan beberapa barang-barang bekasnya sangat semangat menceritakan kepada saya tentang beberapa gelandangan atau “payabo”, yang datang membawa hasil kumpulannya.
Para gelandangan atau “payabo” yang berada sekitar BTP, Adiyaksa, Hertasning, Gowa daerah Limbung dan Jeneponto, menjualkan hasil pencarian barang bekasnya ke Pak Hasan. Setalah Pak Hasan memilih barang mana yang akan diambil lalu ditimbang langsung Pak Hasan menyerahkan uangnya ke pada  gelandangan atau “payabo”.
Sekitar jam 08:00 WITA para anaknya yang bekerja ikut pula istinya memilih barang-barang untuk di bawa ke pabrik di PT. KIMA Makassar. Seperti barang botol plastik itu di bawa ke PT.KIMA  gudang empat pabrik press botol. Plastik  ember di PT. KIMA Gudang 88. Kertas bekas akan di bawa ke Jalan Gatot Subroto dari situ akan di bawa ke Surabaya untuk didaur ulang. Sedangkan Kaleng bekas  dibawa ke daerah Karuwisi.
Seorang seperti pak Hasan yang bekerja sebagai pengumpul barang bekas yang berada di Kota Makassar, begitu akan banyak dicari oleh pabrik-pabrik yang menggantungkan penyediannya sebagian bahan bakunya di pak Hasan. Biasanya pak Hasan dalam sehari bisa mendapatkan sekitar Rp. 200.000 hingga Rp.400.000, sehingga sebulannya bisa mendapatkan beberapa juta dan memiliki mobil. Walaupun pak Hasan memiliki mobil , rumahnya yang  tinggalkan tetap berada sekitar tempat barang-barang bekas dan tanah ini Pak Hasan mengkontrakkannya.
Pada hari Kamis, tanggal 2 Maret 2017. Saya datang lagi kelokasi tersebut. Sesampai saya kesana terdapat dua  ibu tua sedang berbincang-bincang. Ibu yang memakai sarung, kulitnya berwarna coklat, rambutnya terikat, ditangannya memakai dua cicin, dan  memakai gelang merupakan istri Pak Hasan. Sedang ibu satunya sedang duduk memakai topi, gendut dan rambutnya sudah berwarna putih sedang menunggu istri Pak Hasan yang membersihkan gubuknya.
Ibu dua ini biasanya yang memilih-milih barang bekas yang akan dibawah ke pabrik-pabrik. Ketika itu saya tidak lama dilokasi tersebut dikarenakan istri Pak Hasan masih membersihkan gubuknya.

Dalam hal tersebut bahwasanya Pak Hasan seorang pengumpul barang bekas, yang kehidupannya  dihabiskan dengan mengumpulkan  barang-barang bekas, dari barang-barang tersebut Pak Hasan bia menghidupkan ke sembilang anaknya, satu istrinya dan memiliki sebuah mobil.