Dalam
penulisan skripsi ketika masa kuliah, saya salah satu mahasiswa yang sulit merangkai kata dalam kalimat. Tahun
2010 mata kuliah sudah tidak ada lagi sehingga sedikit demi sedikit saya
mengumpulkan bahan-bahan skripsi.
Dikarenakan
kesulitan saya dalam menulis maka salah satu dosen di Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin (UNHAS),
memperkenalkan saya novel yang sangat tebal, kertasnya berwarna coklat,
sampulnya berwarna hijau, coklat dan bertuliskan Pramoedya Ananta Toer yang
berjudul Bumi Manusia.
Saya
sangat-sangat heran dan aneh saja kenapa diberikan buku ini, saya bolak-balik
dari depan kebelakang dan membaca sinopsisnya. Batas waktu yang diberikan oleh
dosen untuk menyelesaiankannya satu minggu dan novel Bumi manusia ini tebalnya
535 halaman.
Ketika
membaca buku Bumi Manusia dari halaman paling pertama, banyak sekali karya-karya
Pramoedya Ananta Toer. Novel ini menceritakan kejadian pada zaman Hindia
Belanda sekitar Abad ke-19. Kisah
percintaan Antara Annalies Mellema dan Minke menambah keseruan cerita novel
Bumi Manusia. Selain itu cerita Nyai Ontosoro yang menggambarkan seorang ibu
yang tegar. Ayah dari Nyai Ontosoro memaksa Nyai Ontosoro menikah dengan Herman
Mellem, Laki-laki dari Eropa. Selain itu hak atas Annalies Mellema sedikitpun
tidak diberikan oleh ibu kandungnya Nyai Ontosoro.
Novel
Bumi Manusia yang dituliskan oleh Pramoedya Ananta Toer, merupakan penulisan
yang menarik cerita sejarah yang disajikan dalam bentuk novel. Pramoedya Ananta Toer pula menuliskannya
sangat terdiskripsi, seperti ketika Minke datang ke rumah Annalies Mellema dan
Minke di ajak makan oleh Nyai Ontosoro, Pram membahasakan dalam tulisannya dari meja makan, isinya, suara
sendok semuanya dibahasakan.
Setelah
membaca novel Bumi Manusia, ternyata saya jadi ketagihan memiliki tetrologinya.
Karena ketagihan membaca novel-novel yang ditulsi Pram, saya lebih memilih
membeli novel-novel Pram dibandingkan membeli buku untuk bahan skripsi. Saya rela pula menghabiskan uang untuk membelinya.
Membacalah
saya terus-menerus hingga lupa akan skripsi. Pencarian buku-buku Pramoedya
Ananta Toer tidak sampai Di Jogjakarta saja. Pada tahun 2011 saya melakukan
penelitian di Jakarta mengunjungi Perpustakan Nasional untuk melihat koran-kora
tua.
Saya
ngekost depan Kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dan penerbit buku
Lentera Dipantara letaknya di Jakarta
Timur, Jalan Multi Karya II/26 Utan Kayu. Saya semakin semangat untuk
mengumpulkan Novel-novel karya Pram.
Dikala
itu matahari berlahan-lahan memunculkan sinarnya, saya bergegas segera
siap-siap. Saya tidak sendiri ada teman yang menemani mencari penerbit Lentera
Dipantara. Selam perjalanan kami bertanya-tanya hingga bertanya tiga kali
dimana Jalan Multi Karya, dan ketika itu kami naik Bus Metromini lalu kami naik
bajai, ketika kami naik bajai kami bertanya-tanya pula dimana Penerbit Lentera
Dipantara. Diluar dugaan saya sebelumnya saya bayangkan seperti ruko yang ada
di Makassar, ternyata seperti rumah.
Rumah
yang sangat sederhana tidak terlalu besar, adem karena terdapat pohon dan
banyak kembang bunga. Saya melihat langsung ruangan Pram yang biasanya dipakai untuk menulis
karyanya, selain itu ruangan yang biasanya Pram pakai ketika diwawancarai,
begitu banyak buku-buku dalam ruangan tersebut.
Karena
ingin membaca beberapa koleksi Pram, maka cucu dan anak Pram itu terheran-heran jauh dari Makassar dan datang
dipagi hari, dan saya membeli banyak buku antara lain Midah Simanis Bergigi
Emas, Larasati, Cerita Calong Arang, Panggil Aku Kartini Saja, Pasar Malam,
Relaisme Sosialis dan Lainnya.
Anak
terakhir Pram ketika itu menyampaikan ke saya bahwa “Anna kamu telat datang
kerumah, ketika Beliau masih hidup begitu banyak mahasiswa datang kerumah untuk
berdiskusi”.
Betapa saya menyukai karya-karya Pram sehingga
saya mendatangi penerbit dimana Novel-novel Pram diterbitkan.
Mbak,punya foto rumahnya? Saya nyari di alamat itu (Jalan Multi Karya II/26 Utan Kayu) ngga ketemu.
BalasHapusMakasih banget ya 😊